Pada
awal abad ke-20, IQ pernah menjadi isu besar. Kecerdasan intelektual atau
rasional adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika
maupun strategis. Para psikolog menyusun berbagai tes untuk mengukurnya, dan
tes-tes ini menjadi alat untuk memilah manusia ke dalam berbagai tingkatan
kecerdasan, yang kemudian dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotient)
yang dapat menunjukkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Menurut toeri ini,
semakin tinggi IQ seseorang , semakin tinggi pula kecerdasannya.
Pada
pertengahan tahun 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan penelitian dari banyak
neorolog dan psikolog yang menunjukan bahwa kecerdasan emosional, disingkat EQ
(Emotional Quotient) sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. EQ memberi
kita kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan
milik orang lain. EQ memberi kita rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan
untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Sebagaimana dinyatakan
oleh Goleman, EQ merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan IQ secara
efektif. Jika bagian-bagian otak untuk merasa telah rusak, kita tidak dapat
berpikir efektif.
Di bawah ini contoh cerita agar
kita dapat lebih memahami perbedaan antara IQ dan EQ.
Jason H, seorang siswa kelas
dua yang nilainya selalu A di SMU Coral Springs, Florida, USA, bercita-cita
masuk fakultas kedokteran Universitas Harvard. Tetapi Pologruto, guru
fisikanya, memberi Jason nilai 80 (B) pada sebuah tes. Karena yakin bahwa
dengan nilai B akan menghalangi cita-citanya, maka Jason kemudian membawa
sebilah pisau dapur ke sekolah, dan dalam suatu pertengkaran dengan Pologruto
di laboratorium fisika, ia menusuk gurunya di tulang selangka.
Hakim memutuskan bahwa Jason
tidak bersalah, karena pada saat kejadian ia dianggap gila untuk sementara. Jason
mengatakan bahwa ia menemui Pologruto dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan
bunuh diri gara-gara nilai B tersebut.
Dari cerita tersebut memunculkan
masalah yang sangat urgen, yaitu mengapa seseorang yang begitu cerdas (IQ
tinggi) melakukan suatu tindakan yang tidak rasional atau dapat dibilang “betul-betul
bodoh”. Jawabannya adalah bahwa kecerdasan akademik (IQ) memiliki hubungan yang
tidak begitu signifikan dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi
dapat menjadi pilot yang tidak cakap dalam kehidupan pribadi mereka.
Kecerdasan akademis (IQ)
praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau kesempatan yang
ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. Bahkan IQ yang tinggi tidak
menjamin kesejahteraan, gengsi, kebahagiaan, atau kesuksesan hidup. Sekolah dan
budaya kita lebih menitik beratkan pada kecerdasan akademis (IQ).
Dari data sebuah studi yang dilakukan
secara kontinu terhadap 81 juara kelas dan juara kedua dari angkatan tahun 1981
di sekolah-sekolah menengah di Illinois, disimpulkan bahwa meskipun mereka
berprestasi bagus di perguruan tinggi, dengan nilai-nilai yang luar biasa,
tetapi pada akhir usia dua puluhan, mereka hanya berhasil mencapai tingkat
keberhasilan rata-rata. Sepuluh tahun setelah lulus sekolah menengah, hanya
satu di antara empat orang yang meraih tingkat paling tinggi di antara
orang-orang muda sebaya dalam profesi yang telah mereka pilih, dan banyak yang
jauh di bawah itu. Dalam penelitian sejenis, banyak orang yang berhasil dan
sukses dalam hidupnya, sebagian besar dari mereka memiliki IQ yang sedang atau
dengan prestasi akademik yang biasa-biasa saja.
Menurut Daniel Goleman,
pengarang buku “Kecerdasan Emosional”, IQ hanya menyumbangkan kira-kira 20%
bagi faktor-faktor yang menentukan dalam kesuksesan hidup seseorang, sedangkan
80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, yaitu “kecerdasan emosional” (EQ). Adapun
ciri-ciri kecerdasan emosional, antara lain kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban
stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, kecakapan sosial, dan
berdoa.
(Daniel Goleman)
Sumber: Buku “Kecerdasan Emosional”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar